My Releasing Time : PSB SD online

Warning : Cerita ini panjang aja. Tapi aku harus menuliskannya sbg kenangan untuk anakku dikemudian hari, bahwa suatu saat dalam hidupnya dan hidupku pernah menapaki jalan ini… ^_^

Ini cerita tentang bagaimana kehendak ALLAH itu bekerja jika hati kita ikhlas. Ilmu yang dipaparkan mas Nunu lewat bukunya Quantum Ikhlas sangat manfaat sekali bukan hanya teori dalam buku panduan aja, tapi ini memang sangat bisa dipraktekkan dan hasilnya nyata.
Alhamdulillah ada orang seperti mas Nunu, Yang mau membagikan ilmunya, yang ilmunya bisa dengan gamblang dijelaskan & mudah pula kita melakukannya untuk mendapatkan hasil yang seperti diceritakan dlm bukunya. Terima kasih ilmunya ya Mas Nunu. Semoga keberkahan selalu tercurah untuk mas Nunu & kel.. Aamiin

Sebenarnya cerita ini sudah lewat beberapa bulan yang lalu, hanya belum sempat menuliskannya. Jadi waktu itu, sekitar awal bulan Ramadhan, tepat pada saat pendaftaran online siswa baru SD dimulai. Untuk masuk ke SD Negeri pilihan, saat ini mempergunakan sistem online. Syarat diterimanya seorang anak di satu SDN tertentu didasarkan atas umur si anak. Makin tua umur kelahirannya, maka makin besarlah peluangnya untuk dapat diterima di SDN tersebut.

Nah, Kebetulan umur anakku berada di posisi yang tanggung. Anakku kelahiran tahun 2007 akhir, yang berarti untuk pendaftaran thn pelajaran 2014 ini, usianya adalah 6 tahun 7 bulan (patokan awal mulai tahun ajaran baru adalah bulan Juni). Sekolah yang dituju adalah sekolah yang dekat dengan rumah tempat tinggal kontrakan kami.

Ada 3 tahapan yang dibuka online untuk pendaftaran tersebut.
Tahap I – Jalur Umum. Jalur Umum yang dimaksud adalah bahwa siapa saja dari seluruh indonesia, dapat mendaftar untuk menjadi murid SDN di DKI jakarta ini. Tetap prioritasnya adalah umur. Makin tua umur anak, makin besar peluangnya masuk di SD pilihan.
Untuk Jalur ini, anakku tidak lolos, karena dari 21 bangku yg tersedia, semua umur anak yang diterima beda 2-3 bulan diatas umur anakku. Tapi masih ada harapan di 2 tahapan berikutnya. Sebenarnya di tahap ini, anakku sudah diterima di SDN pilihan kedua kami, namun karena jaraknya yang lumayan lebih jauh dari sekolah pilihan pertama, maka kami akhirnya membatalkan pilihan tersebut.

Tahap II – Jalur Lokal. Jalur Lokal ini diperuntukkan khusus bagi anak yang berdomisili di kelurahan tempat SDN tersebut berada. Kapasitasnya adalah 50% kursi di tahap I ditambah jumlah kuota yang tersisa pada tahap I. Jadi jalur ini sangat2 aku harapkan untuk dapat masuk di SDN tersebut. Karena bangku yang tersedia cukup banyak di tahap ini. Ada 32 bangku.
Tapi masalah mulai muncul. Karena tahap ini adalah jalur dimana kami harus tinggal di kelurahan tersebut, maka Kartu Keluarga kami harus sudah terdaftar di kelurahan ybs dgn data terakhir bulan April 2014. Sedangkan kami baru melakukan pindah KK pada bulan Mei 2014. Jadi artinya KK yang terdaftar secara nasional pada database pendaftaran online adalah KK tempat kami tinggal sebelumnya, yaitu di rumah orangtuaku yang beda wilayah kecamatan maupun kotamadya-nya.
Dan hal itu baru kami ketahui pada saat aku mendaftar online di jalur ini. Karena posisi anakku terlempar jauh dari domisili kami tinggal sekarang. Yang artinya lagi, nama anakku sudah pasti tidak bisa ada di SDN pilihan kami tersebut.
Ditambah lagi ibu mertuaku – yang saat ini aku minta tolong beliau untuk mengurus anak-anakku disaat aku bekerja kantor, menekanku agar anakku itu harus dapat bersekolah di SDN pilihan pertama. Alasannya adalah karena sekolah pilihan pertama lebih dekat dengan rumah, jadi anaku diharapkan nanti akan bisa pulang pergi sendiri ke sekolah tanpa dijemput. Yang nantinya akan mengurangi kerepotannya dalam mengurus anak2ku.
Bukan mengharapkan, tapi lebih seperti ultimatum. Pokoknya harus di sekolah itu !!!! Apapun & bagaimanapun caranya, nyogok kalau perlu supaya bisa masuk di sekolah itu.. TITIK !!!

Berkali-kali aku jelaskan padanya, bahwa sekarang tidak ada lagi bisa pakai cara2 masuk sekolah beberapa tahun lalu, yang mungkin masih bisalah kita main mata dengan kepala sekolah atau para guru atau administrasi sekolah. Sekarang yang menentukan diterima atau tidaknya yang mengatur adalah system online. Pihak sekolah pun tidak bisa melakukan apa2. Mereka hanya dapat memantau siapa2 saja yg ternyata dapat masuk ke SDN tersebut.

Jadi aku janjikan padanya bahwa masih ada harapan di tahap III nanti. Itupun dengan catatan masih ada bangku kosong yang tersisa dari tahap II. Padahal dalam hatiku, harap-harap cemas. Karena sekolah pilihan kami itu termasuk sekolah yang banyak peminatnya. Yang artinya kemungkinannya adalah 32 : 1 kursi saja.

Aku hanya bisa pasrah saat melihat daftar nama-nama anak yang dapat masuk di jalur lokal iu. Rata-rata usianya berada di bawah usia anakku. Anak dengan tahun kelahiran 2008 banyak mendominasi daftar tersebut. Aku sungguh menyesal, kalau saja Kartu Keluarga kami, diurus lebih cepat, pasti nama anakku telah ada di urutan2 awal dalam daftar ini.

Di saat-saat seperti itulah, aku mulai mempraktekkan apa yang mas Nunu bilang.. Releasing Time…
aku mohon bantuan ALLAH untuk meridhoiku… Aku bayangkan bahwa dari 32 bangku tersedia di jalur lokal tersebut, masih menyisakan bangku kosong. Aku lakukan sampai aku merasa tenang.. Sampai aku tersenyum membayangkan tampilan layar komputer dalam daftar penerimaan siswa di SDN tersebut masih tersisa 1 bangku utnuk anakku.

Dan pada hari dimana pengumuman bangku kosong untuk tahap berikutnya dilaksanakan, aku bersorak girang.. benar memang masih tersisa bangku kosong. Dari 32 bangku.. yang terdaftar dalam list tersebut adalah… 31 anak. Berarti masih ada 1 bangku lagi yang diperuntukkan dibuka pada tahap terakhir. 1 sudah cukup bagiku… karena memang hanya 1 lah yang diperlukan. Hanya 1 saja.. !!
Tidak bisa aku pungkiri kegiranganku. Syukur Alhamdulillah terus menerus aku panjatkan. Terima kasih telah KAU perkanankan do’a ku YA ALLAH…

Tahap III – Jalur Umum DKI. tahap ini hanya diperuntukan bagi calon siswa dengan domisili di seluruh DKI Jakarta.
Hari pertama pendaftaran online, aku sudah duduk manis di depan komputerku dan mulai online. Tapi begitu aku buka data anakku di web PSB, disitu tertulis bahwa dia sudah tidak bisa mengikuti tahap III tersebut karena sudah diterima di SDN lain. Waduh !!! masalah apalagi kah ini..?
Cek punya cek, ternyata hal itu berawal dari ketaatan & ketakutanku pada prosedur pendaftaran tsb. Jadi pada saat di tahap II yaitu jalur lokal, yang dimana nama anakku hanya dapat mendaftar di SDN kelurahan tempat orangtuaku tinggal, aku daftarkan nama anakku di salah satu SDN terdekat. Yang juga adalah SDN tempat aku bersekolah dulu.
Kenapa aku mendaftarkan namanya disana, itu karena aku berasumsi bahwa kami harus ikut tahap II jika ingin bisa mengikuti tahap III nantinya.
Toh disana juga ada opsi, bahwa kalau setelah nama anak diterima di satu sekolah, namun tidak datang untuk melakukan lapor diri dengan datang langsung ke sekolah tersebut, maka otomatis calon siswa tsb dinyatakan gugur dan tidak diterima untuk bersekolah di SDN ybs.

Aturannya sudah sangat jelas dan hal itulah yang menjadi acuanku ketika mencoba-coba mendaftar di SDN beda kecamatan tersebut. Logikanya, kami kan tidak datang untuk lapor diri, maka mana mungkin pihak sekolah akan menerima anak kami bersekolah disana. Namun diluar dugaanku, ternyata pihak sekolah ybs memproses lapor diri anak kami walau kami tidak datang ke sekolah tersebut. Itulah alasan mengapa anakku tidak lagi dapat mengikuti pendaftaran di tahap III.

Rasanya seperti kebakaran jenggot ketika mengetahui hal itu. Karena aku sedang di kantor, maka aku minta tolong kakak kandungku untuk mendatangi bagian administrasi sekolah itu dan minta mereka untuk mencabut kembali status anak kami yang telah terdaftar sebagai siswa di tempat itu.
Ternyata jawaban kakakku sangat mengejutkan, bahwa pihak sekolah tidak dapat lagi merubah status siswa karena mereka telah memproses lapor diri anakku secara sepihak. Argumentasi mereka memang dilandaskan itikad baik, pihak sekolah berfikir bahwa ada mungkin orangtua murid yang tidak sempat datang ke sekolah sampai batas waktu yang telah ditentukan untuk lapor diri karena kesibukan atau hal lain. Maka atas pertimbangan hal tsb, mereka meloloskan saja prosedur yang seharusnya dipenuhi yaitu lapor diri datang langsung ke sekolah.

Pelajaran baru yang aku pahami saat itu, ternyata bahwa itikad baik itu tidak selamanya akan membuahkan hasil yang baik dan memuaskan pula. Bahwa sesungguhnya itikad baik itu harus pula didukung oleh kerelaan & keterbukaan dari kedua belah pihak agar menghasilkan output seperti yang diharapkan keduanya.

Kalau seperti ini, namanya bukan jadi itikad baik buat penerimanya. Itu malah membuat masalah baru buatku. Kepala rasanya penuh sekali, segala emosi berbenturan disana. Alhamdulillah hari itu aku sedang berpuasa Ramadhan. Jadi segila-gilanya otakku ini, aku masih berusaha menahan sebisa mungkin emosi jiwaku ini.

Dan dengan penuh tekad, akhirnya aku sendiri yang mendatangi sekolah tersebut. Mungkin dengan aku datang menjelaskan duduk persoalannya, pihak sekolah mau mengerti dan akan menolongku.
Bukan persoalan yang mudah juga ketika aku kemudian harus berhadapan dengan pihak sekolah. Mereka merasa sudah memberikan yang terbaik untuk orangtua & siswa pendaftar. Dan mereka menyangkal telah melakukan kesalahan, karena apa yang telah mereka lakukan itu adalah benar dan aku yang salah dan tidak membaca dengan jelas & teliti peraturan2 yang telah ditetapkan oleh penyelenggara.
Ini jelas bukan saatnya menentukan siapa yang salah & siapa yang benar. Karena puluhan kalipun aku baca semua peraturan pendafataran dari awal sampai akhir, aku tidak menemukan adanya kesalahan prosedur yang telah aku lakukan. Yah, mungkin aku salah juga karena telah iseng mendaftar ke sekolah yang nyata-nyata tidak akan aku pilih untuk menyekolahkan anakku lantaran jaraknya yang jauh dari tempat tinggal kami.
Tapi kalau saat itu pihak sekolah tidak memproses lapor diri anakku, kejadiannya mungkin tidak seperti ini. Anakku tetap akan dianggap belum mendapatkan sekolah, dan dapat melanjutkan pendaftaran ke tahap III.

Parahnya lagi, otoritas untuk melepas status siswa tersebut kini bukan lagi berada di tangan admin sekolah, tetapi sudah beralih ke tangan operator system penerimaan online Jakarta. Maka dengan begitu mereka mempersilahkan aku untuk menemui operator system di gedung kemendikbud Gatot Subroto.
Penjelasan yang aku dapat dari pihak operator system makin membuat kepalaku sepertinya ingin pecah saja. Mereka mengatakan kalau apa yang dilakukan pihak sekolah itu adalah salah. Dan mereka baru akan mau menghapus proses lapor diri kalau pihak admin sekolah sendiri yang datang kepada operator system dengan membawa semacam surat penyataan bahwa telah melakukan kesalahan karena memproses lapor diri siswa yang nyata-nyata tidak datang ke sekolah untuk lapor diri. Dan mereka mau surat itu sampai ditangan mereka hari itu juga.. !!
Makin jauh panggang dari api sepertinya. Ini namanya mengibarkan bendera perang sementara aku berada tidak berdaya di tengah-tengah mereka yang sedang berperang… 😦

Saat itu juga aku kembali lagi mendatangi sekolah SDN tersebut. Dan seperti yang telah aku duga, mereka tidak mau serta merta mengaku kalau telah melakukan kesalahan, kesalahan sepenuhnya ada di pihakku. Mereka malah dengan semena-mena menudingku telah mempermainkan instansi mereka. Saat itu apapun yang mereka katakan tentangku, aku terima saja. Aku iyakan saja, Aku mengaku saja kalau aku yang bersalah dalam hal ini. Aku merendahkan diri serendah mungkin agar mereka mau datang menemui operator system. Toh akhirnya setelah puas mungkin mereka mencecarku, mereka mengatakan kalau si operator sedang tidak ada ditempat dan silahkan datang kembali jam 3 sore nanti, kabarnya sang operator baru akan datang ke sekolah pada jam tersebut. Kenapa tidak mengatakannya dari tadi? Percuma kalau akhirnya aku hanya berbicara dengan orang yang tidak bisa memberiku solusi pasti. Buang-buang waktu saja.

Tapi mau bagaimana lagi. Aku memang sedang butuh sekali. Maka dengan semangat menyelesaikan urusan itu, kemudian aku kembali ke sekolah itu pukul 3 sore, berharap si operator sudah berada disana. Dan memang benar Alhamdulillah sudah ada disana. Kembali aku ceritakan masalahku dari awal hingga akhir, berharap dia akan lebih bijaksana menyikapinya daripada orang-orang yang tadi pagi telah memojokkanku. ( Yang aku sebut ‘orang-orang’ itu sebetulnya adalah guru-guru pengajar di sekolah tersebut. Sungguh aku berhutang budi kepada mereka, kepada guru-guru SD yang telah menjadikanku seorang seperti diriku sekarang ini. Namun jauh diluar pemahamanku sampai saat ini, aku merasa bukan mereka yang pantas mengajar anakku kelak. Bukan orang yang selalu merasa benar, bukan orang yang tidak mampu mengakui kesalahannya, bukan orang yang berpikir dengan lingkup yang kecil seperti itu yang aku harapkan akan menjadikan anakku orang dengan pemikiran yang sebesar-besarnya kelak jika dia besar nanti. Bukan mereka, dan aku makin yakin untuk tidak menyekolahkannya di SDN tsb.)

Ternyata setali tiga uang, sang admin menolak dikatakan telah melakukan kesalahan. Dia menolak untuk membuat surat penyataan itu. Namun untungnya Alhamdulillah, akhirnya setelah negosiasi dan obrolan yang lumayan menegangkan otot, ia bersedia juga datang menemui operator system, hanya tidak hari itu, tapi esok harinya.
Berbekal perkataannya, maka aku bergegas kembali ke kemendikbud menemui operator system agar memberikan kelonggaran pada sang admin untuk datang keesokan harinya dan bukan sore itu.
Jadi total aku kesana kemari sebanyak 5 kali PP. Kantor – sekolah – kemendikbud – sekolah – rumah – sekolah – kemendikbud. Sungguh sangat lelah otak dan badanku ini. Emosiku terkuras habis, sampai aku baru menyadari kalau tadi aku menagis di dalam busway. Hari yang melelahkan…

Syukur Alhamdulillah, setelah masih dengan sedikit perdebatan lagi via telepon, siang menjelang sore semua urusan database anakku beres. Maka anakku kini bisa mengikuti lagi proses pendaftaran online. Dengan mengucap Basmalah, aku daftarkan ia di sekolah pilihannya. Namanya memang langsung tercantum disana, mengisi satu-satunya bangku kosong tersisa di SDN tersebut.

Malamnya sambil mendengarkan CD upgrade brainwave, tak putus aku pasrahkan semua urusanku pada-NYA. Relakan saja apa yang akan terjadi selanjutnya.

Kalau saja ada anak yang usianya lebih tua dari anakku yang juga ikut mendaftar ke SDN itu di tahap III, maka anakku akan tergeser. Aku pasrahkan saja, aku bayangkan nama anakku tetap disana.
Begitulah, sampai akhir jangka watu pendaftaran & pengumuman seleksi, nama anakku tetap bertengger di daftar itu… Alhamdulillah… ^_^

Fa Inna Ma’al Usri Yusro… Bahwa bersama kesulitan ada kemudahan…
ALLAH membuktikan janji-NYA kepada hamba-hamba-NYA yang berserah diri.
Dari sini aku bisa mengambil hikmahnya.. Hadapi sesulit apapun masalahmu.. karena sejatinya ALLAH sudah menyertai kesulitanmu dengan kemudahan bila kita rela berserah diri & berusaha.

Tinggalkan komentar